IKM Bisa Gunakan Deklarasi Ekspor

"Melalui sinergi kementerian ini kami berharap terjadi peningkatan ekspor produk industri kehutanan seperti mebel dan kerajinan," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel di Jakarta pekan lalu.
Penyederhanaan SVLK itu dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 97/M-DAG/PER/12/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.95/Menhut-II/2014. Permen LHK tersebut mengatur tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.
Menurut Rachmat Gobel, melalui Permendag yang baru ini, IKM pemilik eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK) mebel atau furniture yang belum memiliki SVLK dapat melakukan ekspor produk industri kehutanan dengan menggunakan deklarasi ekspor sebagai pengganti dokumen V-Legal, dan setiap satu deklarasi ekspor hanya dapat digunakan untuk satu kali penyampaian pemberitahuan pabean ekspor.
Adapun definisi IKM yang mendapatkan kemudahan itu adalah industri pemilik tanda daftar industri (TDI) dan izin usaha industri (IUI) yang telah mendapat pengakuan sebagai ETPIK tetapi belum memiliki sertifikat legalitas kayu (SLK) dengan batasan nilai investasi sampai Rp 10 miliar.
Selain itu, IKM pemilik ETPIK harus mengirimkan deklarasi ekspor melalui sistem informasi legalitas kayu online (SILK Online) ke portal Indonesia National Single Window (INSW) secara elektronik.
"Ketentuan mengenai deklarasi ekspor yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean berlaku sampai dengan 31 Desember 2015," ujar Mendag Rachmat Gobel.
Menurut Rachmat, Permendag dan Permen LHK yang baru ini ditetapkan sebagai tindak lanjut dari hasil pertemuan tiga Menteri, yaitu Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, serta Menteri Perindustrian Saleh Husein bersama para Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dunia usaha, dan Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) pada 27 November 2014 lalu. Pertemuan tersebut dilaksanakan gna menyikapi keluhan terkait SVLK yang dirasa memberatkan bagi IKM.
"Melalui sinergi Kementerian ini, kami berharap terjadi peningkatan ekspor produk industri kehutanan seperti mebel dan kerajinan," tegas Mendag.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Hendroyono menegaskan kalau SVLK tetap diberlakukan per 1 Januari 2015, namun untuk IKM masih bisa menggunakan deklarasi ekspor selama satu tahun.
Menurut Bambang, dari 1.200 IKM produk kayu, 1.000 diantaranya belum bersertifikasi SVLK. Untuk mendorong percepatan kepemilikan SVLK, Kementerian LHK bersama seluruh pemangku kepentingan terkait akan melakukan aksi "jemput bola" ke sentra sentra IKM kerajnan kayu, Jepara, Yogyakarta, Solo, Bali, Pasuruan, Cirebon, Jombang, Klaten.
"Target kami dalam enam bulan ke depan sudah rampung (sertifikasi SVLK bagi IKM)," ucapnya.
Untuk membantu IKM menerapkan SVLK, ujarnya, pemerintah juga telah memangkas biaya sertifikasi SVLK sekitar 30-49%. Selama ini biaya sertifikasi bervariasi mulai Rp 20 juta - Rp 35 juta. Khusus IKM, biaya sertifikasi setelah dipungkas menjadi kurang dari Rp 10 juta."Itu pun pemerintah yang akan menanggung alias geratis," ucapnya.
Sedangkan Direktur Hasil Hutan dan Perkebunan, Kementerian Perindustrian, Pranata menyambut baik keluarnya dua aturan tersebut yang dapat memudahkan kegiatan ekspor produk hasil hutan Indonesia.
Sumber: AGROINDONESIA (VOL. IX, NO. 527, 6 - 12 Januari 2015)