Bali Siap Meningkatkan Nilai Ekspor Produk Industri Perkayuan Bersertifikat

Siaran Pers
KEMENTERIAN KEHUTANAN, KEMENTERIAN PERDAGANGAN, DAN
PEMERINTAH PROVINSI BALI
SVLK: Bali Siap Meningkatkan Nilai Ekspor Produk Industri Perkayuan Bersertifikat
Denpasar, 6 September 2013. Pada hari ini Jumat 6 September 2013, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Tingkat Daerah Provinsi Bali, dengan disaksikan oleh Wakil Menteri Perdagangan RI dan Gubernur Bali, melakukan penanda-tanganan Nota Kesepahaman mengenai Kerjasama Pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Bali. Kerjasama ini bertujuan untuk mendorong dunia usaha di bidang kehutanan untuk melaksanakan SVLK dalam pengembangan industri kecil dan menengah, pengrajin kayu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
SVLK merupakan upaya perbaikan tata kelola kehutanan, yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia secara mandatory sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 dan terakhir diubah dengan Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2013. SVLK merupakan inisiatif dan komitmen Pemerintah Indonesia, bukan atas dorongan atau intervensi dari negara lain dalam upaya menjamin legalitas kayu dan produk perkayuan Indonesia yang dipasarkan baik pasar domestik maupun pasar internasional. SVLK bertujuan untuk menekan pemanenan hutan liar, meningkatkan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku, meningkatkan martabat bangsa, yang pada akhirnya mewujudkan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management ) dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Selain itu, SVLK menjawab kecenderungan perdagangan kayu internasional, yang memerlukan bukti legalitas kayu dan produk perkayuan, seperti Amerika (Amandement Lacey Act), Uni Eropa (EU Timber Regulation), Australia (Australian Illegal Logging Prohibition Act) dan Jepang (Green Konyuho, Goho Wood).
SVLK dibangun melalui proses panjang yang melibatkan multipihak, antara lain pemerintah melalui kementerian terkait, asosiasi kehutanan, LSM dan akademisi. Penyusunan SVLK menganut tiga prinsip, yaitu tata kelola pemerintahan yang baik, keterwakilan parapihak dan kredibilitas sistem yang dibangun. Pemerintah berfungsi sebagai regulator dan lembaga lain yang berada dalam sistem adalah
- Komite Akreditasi Nasional (KAN)
- Lembaga auditor independen (Lembaga Penilai Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari/ LP-PHPL dan Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu/ LV-LK),
- Unit Manajemen atau Pelaku Usaha
- Pemantau Independen (LSM, perguruan tinggi)
SVLK diberlakukan bagi unit usaha kehutanan baik di hulu maupun hilir serta pemilik hutan hak/ hutan rakyat. Dalam kesempatan penandatanganan Nota Kesepahaman di Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan menyampaikan apresiasinya bahwa SVLK mendapatkan sambutan positif dari pelaku usaha kehutanan dan perkayuan Indonesia. "Terbukti bahwa sampai saat ini unit manajemen yang telah mendapatkan sertifikat PHPL adalah 130 unit pemegang izin usaha di hutan alam dan hutan tanaman dengan luas sekitar 17,19 juta ha; pemegang izin hutan alam dan hutan tanaman yang telah mendapatkan sertifikat legalitas kayu sebanyak 65 unit pemegang, seluas 3,1 juta ha; verifikasi legalitas kayu telah dilaksanakan pada hutan hak sebanyak 19 unit (9.729 ha), dan pada 708 pemegang izin industri kayu primer dan lanjutan", demikian ujar Bambang Hendroyono, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Bambang juga menyampaikan bahwa bagi pemegang hutan hak dan industri kecil menengah (IKM), Pemerintah akan memfasilitasi biaya pendampingan dan sertifikasi secara kelompok.
Ketentuan wajib SVLK tersebut didukung oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/ 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, yang mewajibkan eksportir melampirkan Dokumen V-Legal untuk ekspor produk industri kehutanan yang sudah memiliki sertifikat legalitas. Kewajiban Dokumen V-Legal tersebut mulai berlaku sejak 1 Januari 2013 untuk 26 HS Code (seperti papan panel, kayu gergajian, flooring, rumah prefabrik, pulp dan kertas), dan akan diperluas sejak 1 Januari 2014 untuk 40 HS Code (termasuk produk meubel dan komponen meubel).
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/ 2012 pelaksanaannya ditunjang oleh Kementerian Kehutanan dengan mengembangkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) yang beroperasi secara on line untuk pengelolaan penerbitan Dokumen V-Legal. SILK ini terhubung dengan sistem InaTrade di Kementerian Perdagangan dan akan bermuara pada portal Indonesia National Single Window (INSW) di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan. Lebih lanjut DirekturJenderal Bina Usaha Kehutanan meyakini bahwa ketentuan Menteri Kehutanan dan Menteri Perdagangan tersebut tidak menghambat kinerja ekspor produk industri kehutanan, "terbukti sejak 1 Januari 2013 data kinerja ekspor Produk Industri Kehutanan s.d. 5 September 2013 pukul 08.00 WIB tercatat telah diterbitkan Dokumen V-Legal sebanyak 50.704 dokumen, untuk ekspor ke 150 negara tujuan, yang terdiri dari 40 HS Code, melalui 67 pelabuhan muat di Indonesia dan diekspor ke 937 pelabuhan bongkar, dengan berat 5.139.550.667 kg dan nilai finansial sebesar US $ 3.924.787.631", demikian ungkap Bambang Hendroyono. Data selengkapnya dapat diakses melalui situs Kemenhut http://silk.dephut.go.id.
Wakil Menteri Perdagangan Dr. Bayu Krisnamurti menyampaikan apresiasi bahwa SVLK merupakan produk genuine bangsa Indonesia. Bahkan untuk kredibilitas terkait bahan baku (kayu) yang berasal dari impor, Kemendag bersama Kemenhut, Bappenas, Kemenkeu, Kemenlu, Kemenperin, serta para pemangku kepentingan kehutanan yang digagas oleh Multistakeholders Forestry Program (MFP) sedang menyusun Regulasi Impor Kayu untuk menjamin legalitas asal usul pemanenan kayu impor tersebut. Manajemen impor kayu ini penting, antara lain dalam menganalisis negara asal panen kayu.
Dalam konteks Provinsi Bali, industri perkayuan merupakan tulang punggung perekonomian rakyat. "Terdapat sekitar 70 ribuan industri kecil dan menengah perkayuan di Provinsi Bali, dan kami membutuhkan fasilitasi dan pendampingan supaya para IKM perkayuan dimaksud dapat segera memperoleh sertifikat legalitas kayu, sehingga tidak mengganggu kinerja ekspornya. Oleh karena itu kami akan bekerja keras dan memerlukan kerjasama dengan Kementerian Kehutanan dan pihak terkait", demikian kata Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Ibu Ayu Pastika.
Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini sangat mendukung pelaksanaan SVLK mengingat produk industri kehutanan di Bali, 98% (Sembilan puluh delapan persen) di produksi oleh industri rumah tangga atau industri lanjutan dan hanya 2% (dua persen) di produksi oleh industri primer dan sebagian besar berorientasi ekspor yang telah menembus 104 negara antara lain: Amerika Serikat, Jepang, Australia, Perancis, Jerman, Afrika Selatan, Italia, Inggris, Spanyol dan Kanada.
Pembina Dekranasda Provinsi Bali, telah mendorong dilakukannya pemberdayaan kepada masyarakat perajin untuk dapat meningkatkan daya saing produknya, sehingga tetap eksis di pasar manca negara. Sesungguhnya tuntutan tentang legalitas produk yang berbahan baku kayu bukanlah sesuatu yang baru. SVLK hadir sebagai suatu sistem yang bersifat mandatory untuk memastikan dipenuhinya semua peraturan terkait dengan penanaman, peredaran, dan perdagangan kayu di Indonesia, terlebih untuk perdagangan kayu sebagai komoditas ekspor non migas Indonesia ke manca negara. Kebijaksanaan ini sangat sejalan dengan program BaliClean and Green, sehingga melalui instansi terkait kami telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Bali.
Sejak tahun 2010 Dekranasda Provinsi Bali dengan instansi terkait dan dengan multipihak telah melakukan sosialisasi, pembinaan, dan pendampingan, kepada para perajin dan pelaku usaha di Bali. Dinas Perindustrian dan Perdaganan Propinsi Bali sendiri sejak tahun 2013 melalui dana APBD telah melaksanakan sosialisasi di 8 kabupaten di Bali yang bertujuan terbentuknya kelompok pengrajin kayu dan kelompok tersebut akan didampingi sampai mendapatkan V-Legal bekerjasama dengan Disperindag dengan Dinas teknist terkait di provinsi dan Disperindag kabupaten. Hingga saat ini dari hasil sosialisasi yang dilakukan telah terbentuk 6 kelompok yang sudah siap didampingi, yaitu Kabupaten Bangli 1 kelompok, Tabanan 2 kelompok, Gianyar 2 kelompok dan Badung 1 kelompok dengan jumlah pengrajin di masing-masing kelompok 7 sampai 20 pengrajin.
SVLK telah mendapat apresiasi dari dunia internasional, khususnya dari Uni Eropa. Saat ini sedang dilakukan persiapan penandatanganan VPA (Voluntary Partnership Agreement) yang direncanakan pada tanggal 30 September 2013 di Brussels, Belgia. Penanda-tanganan VPA ini menggambarkan rekognisi Uni Eropa atas kredibilitas SVLK. Dari aspek perdagangan kayu dan produk kayu dengan ditandatanganinya VPA, produk perkayuan Indonesia yang telah memperoleh sertifikat SLK dan dengan dilampiri Dokumen V-Legal (FLEGT-Licensed) dapat masuk ke seluruh 28 negara Uni Eropa tanpa due diligence (ujituntas). Due diligence merupakan salah satu kewajiban sesuai European Union Timber Regulation (EUTR) untuk membuktikan legalitas kayu dan produk yang berasal dari kayu, yang berlaku efektif sejak 3 Maret 2013.
Denpasar, 6 September 2013
Kementerian Kehutanan RI,Kementerian Perdagangan RI, dan Pemerintah Provinsi Bali