Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK)
Sustainability and Legality Information System
Senin, 10 Maret 2025

Eksportir Bisa Pangkas Peran Makelar

2015-10-30 12:28:50 by Fadjar Ahmad

Pelaku usaha mebel menilai penerapan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) dapat mengurangi ketergantungan produsen dari para makelar ekspor.

Direktur PT. Sumber Mulya Furniture Abdullah mengatakan, sebelum sertifikat legalitas kayu itu diberlakukan, kegiatan ekspor mebel praktis dikuasai oleh makelar atau broker. Oleh karena itu, margin keuntungan pelaku industri turun jika mereka mengekspor melalui makelar tersebut.

"Sejak adanya SVLK, pelaku sudah percaya diri mengekspor langsung. Apalagi permintaan dari negara-negara Uni Eropa harus ada sertifikat,"ujarnya, Senin (12/10).

Selain Ekspor dilakukan sendiri oleh pelaku usaha, Abdullah mengklaim pelaku usaha mebel mendapatkan lonjakan permintaan setelah memiliki SVLK.

Dia mencontohkan perusahaannya meraup US$ 900.000 pada 2013. Pada 2012, ketika Sumber Mulya belum menggunakan SVLK, nilai ekspor baru mencapai US$ 400.000.

"Tahun lalu kami dapat US$ 1.1 juta. Tahun ini semoga bisa meningkat lagi," tuturnya.

Pemilik CV. Romansa Jati Wibi Hanata Janitra mengakui, daya tawar pelaku usaha kecil sangat rendah ketika tidak menggunakan SVLK. Namun, kini dia dapat mengekspor produk mebel tanpa melalui makelar.

Dia mengatakan, kontrak pembelian pertama diperoleh pada 2012 dari Belgia yang menuntut adanya sertifikat legalitas kayu. Dia mengklaim, setelah memiliki sertifikat itu, permintaan semakin meningkat baik dari segi kuantitas produk maupun harga.

"Kami lebih mudah dapat profit maksimal. Kalau SVLK dihapus akan berdampak buruk secara ekonomi dan ekologi," ujarnya.

Namun, pelaku usaha memiliki pandangan berbeda terhadap implementasi sistem verifikasi legalitas kayu. Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) mendukung SVLK diberlakukan penuh pada tahun depan. Sebaliknya, Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) menolak penerapan sertifikat tersebut bagi produk hilir.

Pertalian Erat

Direktur Esekutif Asmindo Lisman Sumardjani mengakui, bila dua asosiasi tidak satu suara dalam memandang perlu tidaknya pemberlakukan SVLK. Padahal, kata dia, Asmindo dan Amkri masih memiliki pertalian erat karena memiliki anggota yang sama. "Amkri memang pecahan dari Asmindo. Anggota kami anggota mereka juga," katanya.

Asmindo memiliki anggota 3.000 pelaku usaha, sekitar 70% di antaranya merupakan industri kecil. Sementara Amkri mengklaim jumlah anggota yang hampir sama.

Lisman mengatakan, Asmindo mendukung SVLK karena akan membuka pasar ekspor yang lebih luas khususnya ke negara-negara anggota Uni Eropa.

Menurut dia, dalam beberapa tahun ke depan, semakin banyak negara yang meminta produk industri kehutanan yang dilengkapi sertifikat legal.

"Cara pandang inilah yang membedakan kami. Kalau Amkri bicara hari ini. maka Asmindo berpikir jauh ke depan. Kami melihat tren global," ujarnya.

Kaetua Umum Amkri Rudi Halim mengatakan, pemberlakuan SVLK akan menghambat target ekspor sebesar US$ 5 miliar dalam lima tahun ke depan.

Sumber: Bisnis Indonesia (Kamis, 15 Oktober 2015)