Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK)
Sustainability and Legality Information System
Senin, 10 Maret 2025

Joint Assessment RI dan Uni Eropa Lakukan Penilaian atas Kesempurnaan SVLK

2013-09-25 11:08:56 by Mfp

Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Uni Eropa (UE) dewasa ini tengah melaksanakan penilaian bersama (joint assessment) terhadap Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Penilaian bersama tersebut berangsung di Indonesia pada April 2013. Penilaian bersama ini merupakan bagian penting dalam proses menuju ditandatanganinya kesepakatan kemitraan sukarela (voluntary partnership agreement, VPA) antara kedua pihak. VPA sendiri merupakan upaya bersama RI dan UE memberantas perdagangan kayu illegal.


Tim penilai RI dan UE berdampingan melakukan penilaian terhadap struktur dan implementasi SVLK dan mengevaluasi pelaksanaan SVLK. Mereka menilai secara keseluruhan skema lisensi Penegakan Hukum, Tatakelola, dan Perdagangan Hasil Hutan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade, FLEGT) apakah sesuai dengan yang tertera dalam FLEGT-VPA sebagai acuan.


Dalam penilaian bersama tersebut, kriteria didasarkan pada sejumlah aspek dalam Annex VIII dalam VPA. Itu termuat dalam "Kriteria untuk Melakukan Penilaian terhadap Operasionalitas SVLK Indonesia". Di dalamnya terdapat lima elemen, antara lain definisi legalitas, kontrol rantai pasokan, prosedur verifikasi, lisensi ekspor, dan monitoring independen. Produk yang terbukti memenuhi beberapa syarat di atas akan membuka jalan untuk mendapatkan sertifikasi sesuai SVLK yang pada gilirannya akan diakui sebagai lisensi FLEGT.


Dengan diakuinya SVLK sebagai lisensi FLEGT oleh UE, maka RI dan UE akan melaksanakan penandatanganan VPA, dengan lebih dulu menyelesaikan aspek legalnya. Penandatanganan VPA antara RI-UE akan memberi jaminan bagi importir di Eropa bahwa kayu dan produk kayu Indonesia disertifikasi legalitasnya berdasarkan SVLK. Dengan begitu, beacukai negara-negara UE yang tak perlu melakukan due diligence terhadap produk kayu impor dari RI.


Due diligence merupakan UE berdasarkan peraturan dalam EUTR untuk memeriksa produk kayu impor dari RI yang tak bersertifikat SVLK. Due diligence merupakan perangkat hukum dalam Undang-undang Perkayuan Uni Eropa (European Union Timber Regulation, EUTR). Dengan diakuinya oleh UE bahwa SVLK benar-benar sesuai FLEGT, maka setiap kayu legal bersertifikat non-SVLK dari Indonesia akan ditolak di pasar UE.
Di RI sendiri, SVLK berlaku efektif sejak 2010. SVLK disusun melalui proses negosiasi dan studi yang panjang. Kini SVLK diakui sebagai sistem verifikasi terhadap legalitas bahan baku kayu Indonesia. Pemerintah RI mewajibkan para eksportir produk-produk kayu untuk memperoleh sertifikasi legalitas kayu sebelum melakukan ekspor. Itu ditandai dengan berlakunya V-Legal Indonesian Wood dan diwujudkan berupa V-Legal Document. Data pada Licensing Information Unit (LIU) pada Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa sampai dengan akhir April 2013 telah diterbitkan dokumen ekspor tersebut lebih dari 24.000 unit ke 139 negara tujuan, termasuk 26 negara Uni Eropa.


Penandatanganan VPA


Di lain pihak, UE juga memberlakukan peraturan tentang perkayuan Nomor 995/2010, yang melarang kayu ilegal beredar di pasar UE. RI dan UE tengah mempersiapkan penandatanganan dokumen VPA dalam waktu dekat ini, sekitar akhir Mei atau awal Juni 2013. Penandatanganan VPA akan berlanjut dengan agenda ratifikasi sekitar akhir 2013. Dokumen VPA merupakan hasil proses negosiasi panjang kedua pihak. Para importir UE memandang SVLK sebagai elemen yang sangat bagus dalam memastikan status legal kayu Indonesia.

Sejak EUTR berlaku efektif pada 3 Maret 2013, produk kayu Indonesia telah banyak beredar di pasar Uni Eropa.  Dan pada saat VPA dan lisensi FLEGT berlaku, importir UE akan lebih bergairah untuk membeli kayu dan produk kayu Indonesia sebagai produk-produk yang dianggap secara penuh telah memenuhi persyaratan EUTR.


Ini merupakan awal positif untuk kerjasama yang menguntungkan antara RI dan UE dalam mengatur perdagangan kayu dan produk kayu yang bernilai miliaran euro per tahun. Penandatanganan ini juga menunjukkan kemauan politik RI dan UE dalam upaya yang lebih luas untuk memelihara dan memanfaatkan hutan hujan tropik Indonesia yang melimpah. (*)