Pengusaha Sambut Positif Usaha Legalisasi Kayu

Pengusaha Sambut Positif Usaha Legalisasi Kayu
Berau-Penetapan aturan sistem verifikasi legalitas kayu atau SVLK oleh Kementerian Kehutanan dianggap positif oleh perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK). Salah satu dampaknya adalah adanya persaingan penjualan kayu log (batangan) yang fair sebagai persyaratan legalitas penjualan kayu di Indonesia.
Selama ini, para pemegang izin konsesi lahan hutan resmi sering dirugikan karena selisih harga jual kayu log yang tidak kompetitif dibandingkan kayu ilegal.
"Kalau prospek penjualan kayu log ke depan dengan adanya komitmen pemerintah terkait diterbitkannya aturan SVLK tentu kita sambut baik. Tentunya penjualan kayu kita bersaing secara fair. Mau tidak mau sertifikasi legalitas kayu harus ada dan ini baik," kata Board of Director PT Sumalindo Lestari Jaya IV Rudi Gunawan kepadadetikFinancesaat mengunjungi Kawasan Konsesi Pengelolaan Hutan PT Sumalindo Lestari Jaya IV Berau, Sagah Kalimantan Timur dalam acara Media Trip Sumalindo - WWF Indonesia akhir pekan lalu seperti dikutip, Senin (18/11/2013).
Ungkapan ini disebabkan karena melihat perbedaan harga jual kayu log resmi dan tak resmi yang jomplang. Kayu resmi dan bersertifikat legal saat ini dijual dengan harga Rp 1,2 juta/meter kubik. Sedangkan harga jual kayu log tak resmi hanya berkisaran di harga Rp 500-550 ribu/meter kubik.
Untuk mendapatkan sertifikasi legalitas kayu tidaklah mudah. Perusahaan diwajibkan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi kayu legal dan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka wajar saja bila peredaran kayu tak resmi lebih banyak jumlahnya.
Kemudian di samping itu, sebut saja perusahaan kayu legal juga diwajibkan memiliki sertifikasi wajib yaitu PHAPL atau Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari. Beruntung, PT Sumalindo Lestari Jaya IV sudah mendapatkan kedua sertifikasi legalitas itu.
"Tahapan sertifikasi wajib PHAPL tahun 2007 melalui penilaian Departemen Kehutanan sedangkan di tahun 2013 kami mendapatkan SVLK atau tanggal 20 maret 2013 yang berlaku sampai dengan 19 Maret 2016," imbuhnya
PT Sumalindo Lestari Jaya IV sendiri mendapatkan izin areal konsesi sesuai Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 582/Menhut-II/2009 tanggal 2 Oktober 2009 seluas 63.550 hektar.
Tetapi dari jumlah areal konsesi lahan yang dimiliki, hanya sebanyak 41.275 hektar (64,9%) lahan hutan efektif yang digunakan untuk unit produksi. Sedangkan 11.023 hektar (17,3%) digunakan untuk kawasan hutan lindung dan 11.252 hektar (17,7%) digunakan sebagai areal tidak efektif untuk unit produksi.
Dengan adanya SVLK, industri pengolahan kayu terutama berbasis ekspor tak perlu ragu karena legalitas produk kayunya telah diakui Uni Eropa. SVLK sebenarnya mensyaratkan berbagai legalitas izin usaha yang sudah ada sejak perusahaan berdiri, semisal Amdal, izin ekspor, ataupun NPWP (nomor pokok wajib pajak).
"Jadi kami bisa memberikan legalitas kayu ilegal yang kami produksi," sebutnya.
Sumber: Detik.com (Senin, 18 November 2013)