Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK)
Sustainability and Legality Information System
Senin, 10 Maret 2025

Perdagangan Kayu Rakyat Terancam

2014-01-08 11:37:38 by Administrator Liu

Kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ternyata masih menyimpan bara yang bisa menghanguskan industri kayu olahan dalam negeri. Apalagi, yang akan terkena adalah hutan hak berbandrol kayu rakyat, yang selama ini sudah jadi tulang punggung pemasok industri kayu olahan bertujuan ekspor.

Hutan rakyat terus berkibar. Di Jawa saja, luas hutan ini mencapai 2,7 juta hektar dengan produksi kayu bulat sekitar 2 juta m3/tahun. Sementara di luar jawa lebih dahsyat. Data Kementerian Kehutanan menyebut, sampai tahun 2012 luas hutan rakyat sudah mencapai 33,1 juta ha dengan potensi tebangan 746,8 juta m3. Jadi, tidak aneh jika kayu rakyat terus mengerus peran kayu alam tebangan RKT untuk menopang industri kayu olahan domestik.

Namun, siapa kira peran vital itu kini malah terancam. Tak hanya buat rakyat, tapi juga industri pengguna. Sialnya, ancaman itu bukan dari pesaing, tapi justru kebijakan pemerintah sendiri. Pasalnya, berdasarkan ketentuan mengenai SVLK, seluruh kayu bulat per 31 Desember 2013 harus memegang sertifikat legalitas kayu (LK), termasuk kayu rakyat yang sebetulnya berada di lahan privat.

“Menteri Kehutanan harus bertanggung jawab,” tegas Ketua Forum Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) Robianto Koestomo. Pasalnya, jutaan kubik kayu rakyat bisa dikatagorikan kayu ilegal jika ingin diperdagangkan tanpa memiliki sertifikat LK. Kondisi ini sudah diperingatkan jauh hari.

Asal tahu, dari jutaan hektar hutan rakyat, yang telah memperoleh sertifikat LK ternyata baru 72 unit manajemen dengan luas 40.523 ha. Dibandingkan dengan luas hutan rakyat di Jawa saja, luas hutan rakyat yang sudah memegang sertifikat LK hanya 1,5%. Dengan kata lain, jika aturan SVLK konsisten dilakukan, stagnasi bakal terjadi.

Namun, kemenhut menjamin tidak akan terjadi kemacetan. Caranya? Permenhut tentang SVLK segera direvisi dan cukup menyelipkan satu pasal perpanjangan tenggat waktu bagi masyarakat pengelola hutan rakyat. “Ini menyesuaikan juga dengan ketentuan ekspor kayu yang diatur dalam Permendag No. 81 tahun 2013,” ujar Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Dwi Sudharto.

Untuk menjamin lalu lintas kayu rakyat tak terhenti sebelum permenhut direvisi. Kemenhut akan menyurati seluruh instansi terkait layanan pemanfaatan kayu rakyat. Justru Dwi mendesak perusahaan lembaga verifikasi LK ikut membantu dan tidak memberi harga mencekik buat rakyat dalam proses audit sertifikasi LK.

Sumber: Agro Indonesia, 7 Januari 2014.