Konsultasi Regional Wilayah Sumatera tentang Penguatan Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja PHPL dan Verifikasi Legalitas Kayu

Medan, 17 - 18 Februari 2014 - Kementerian Kehutanan Republik Indonesia menyelenggarakan konsultasi publik tentang penguatan standar dan pedoman pelaksanaan penilaian kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Kegiatan yang diselenggarakan di Medan pada tanggal 17 - 18 Februari 2014 ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan konsultasi publik yang akan diadakan pula di Jogjakarta, Bali dan diakhiri dengan konsultasi publik nasional di Jakarta.
Rangkaian konsultasi publik yang didukung oleh UKCCU (United Kingdom Climate Change Unit) ini dimaksudkan untuk menyempurnakan Draft Revisi Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No.P.8/2012 tentang Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), melalui proses pembahasan bersama perwakilan para pihak.
Tidak kurang dari 80 orang hadir pada konsultasi publik yang diselenggarakan di Medan tsb. Mereka berasal dari beragam latar belakang, mulai dari pelaku usaha atau pemegang ijin pemanfaatan kawasan hutan, pelaku industri kehutanan, praktisi, LSM, akademisi, masyarakat adat, dan aparat pemerintah baik dari Kementerian Kehutanan maupun berbagai dinas dan instansi terkait lain.
Secara umum peserta mendiskusikan kebijakan SVLK yang dipaparkan oleh Direktur BPPHH Kementerian Kehutanan, dan setelah itu peserta juga dibagi menjadi 5 kelompok untuk mendiskusikan secara mendalam tentang (a) Industri Primer dan Sekunder serta Pedoman Impor Kayu, (b) IUPHHK-HA (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam) , (c) IUPHHK-HT (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman), (d) Hutan Rakyat, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, (e) Independent Monitoring dan Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK).
Berikut beberapa catatan penting untuk bahan Revisi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 sebagaimana terakhir dirubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2013 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak dan Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2012 Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu, serta Penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan tetang Impor Kayu dan Produk kayu.
1. Hasil Diskusi Kelompok Industri
a) Masukan untuk Revisi Permenhut No. 42
Pasal 4
• Pemegang IUIPHHK, IUI, TDI, industri rumah tangga/pengrajin, pedagang ekspor dan importir wajib menggunakan bahan baku dan/atau produk yang telah memiliki S-PHPL dan/atau S-LK dan/atau kayu atau produk kayu impor yang memiliki Dokumen Legalitas berupa self Declaration dari eksportir negara pengekspor dan atau negara pemanen (bentuknya akan diformulasi dalam bentuk sederhana mungkin, mengintip Lacey Act dan upaya Due Diligence antara importir dan ekspotir
• Inspeksi tidak langsung dihilangkan
b) Draf Permendag
• Kayu dan Produk Kayu bukanlah kategori K3LM dan tidak mengganggu industri dalam negeri, oleh karena itu Permendag perlu dibuat sesederhana mungkin agar tidak mengganggu produksi dan ekspor, contoh tidak perlu SPI tapi cukup dengan API (Angka Pengenal Impor), tidak perlu VPTI (Verifikasi Penelusuran Teksnis Impor) dari Surveyor.
• Karena Permenhut tidak menyebut-nyebut Importir Terdaftar dan Importir Produsen maka Revisi permenhut dapat diterbitkan lebih dahulu tanpa menunggu Peraturan Menteri Perdagangan
c) Revisi Perdirjen
• Terkait impor, Standar akan menggunakan Kriteria, Indikator dan Verifier yang sudah ada ditambah dengan dokumen legalitas self declaration eksportir negara asal kayu
• Verifikasi legalitas pada industri dan atau TPT tentang legalitas bahan baku tidak perlu pengecekan rantai kebelakang karena sistem verifikasi bahan baku mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang berasal dari Hutan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.45/Menhut-II/2009 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak.
• Diusulkan agar ada Standar dan Pedoman ETPIK Non Produsen
• SVLK untuk Industri Integrated tetap diwacanakan mendapatkan satu SVLK
2. Hasil Diskusi Kelompok IUPHHK HA (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam)
a) Lampiran Perdirjen
· Direncanakan akan ada pemisahan Pedoman dan Standar antara IUPHHK Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem
· Tata Batas, BATB dicantumkan beberapa kali dalam standar sehingga perlu di-split (cukup satu kali sebagai Verifier).
· Witness tidak perlu dimasukkan dalam Standar dan Pedoman karena ini sudah domain KAN dan sudah diatur tersendiri dalam mekanisme KAN, jangan sampai witness ditafsirkan sebagai intervensi dari kemenhut dalam kemandirian/independensi LP-LV
· Menghindari intervensi pemerintah dalam peran LP-LV dalam melaksanakan tugasnya.
3. Hasil Diskusi Kelompok IUPHHK-HT(Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman)
a) Pemisahan Standar dan Pedoman untuk Hak Pengelolaan antara HTI dan Perhutani.
b) BATP sebagai Verifier pada beberapa Kriteria dan indikator, sebagian akan dihapus karena terjadi berulang ulang, jadi cukup sekali sebagi verifier.
c) Kriteria CoDominan dan Dominan perlu ditinjau ulang.
4. Hasil Diskusi Kelompok Hutan Rakyat, Hutan Desa, dan Hutan Kemasyarakatan (HKM)
a) Dokumen Lingkungan perlu dipisahkan dan atau dihilangkan sesuai dengan skala usaha. Misalnya Pemungutan kayu di HD volume< 50m3, tidak perlu, tapi Ijin Pemanfaatan di HD perlu dokumen lingkungan untuk suatu luasan tertentu dan atau volume tertentu ( Perlu kajian/diskusi bersama ).
b) Untuk bukti alas titel pemilikan tanah yang diakui BPN, apabila SKT Camat atau SKT Desa tidak diakui maka penguasaan tanah bisa mengacu pada PP 24 thn 1997 psl 24, tentang Pernyataan menguasai tanah yang ditanda tangani oleh penguasa lahan dan disaksikan oleh 2 tetua adat/masyarakat serta diketahui oleh Kepala Desa/lurah (formatnya sdh ada dalam PP tersebut)
c) VLK Hutan Rakyat perlu dipikirkan untuk mendapatkan VLK melalui koordinasi Kecamatan, sehingga pelaksanaannya bisa dalam bentuk kelompok hutan rakyat kecamatan dengan mekanisme yang ada atau dengan mekanisme yang baru melalui fasilitasi dari Pemerintah dan atau LSM untuk mendapatkan Sertifikat yang efisien dan efektif.
d) Hutan Adat, berhubung karena belum ada petunjuk lebih lanjut atas putusan MK 35 maka akan diakomodir dalam salah satu pasal atau dalam pasal peralihan Permenhut yang menyebutkan bahwa Hutan Adat akan diatur tersendiri dalam suatu Keputusan Menteri
5. Hasil Diskusi Kelompok Pemantau Independen dan Lembaga Penilai PHPL dan LVLK
a) Pemantau Independen yang telah mengikuti pelatihan tidak perlu disertifikasi oleh kelompok tertentu (misalnya Lembaga Jaringan Pemantau Independen Kehutanan).
b) Pengalaman seorang Lead Auditor perlu diatur minimal (Misalnya 3 tahun), lalu kemudian internal LP-LV mau menaikkan gradenya dengan menaikkan 5 tahun pengalaman, itu diserahkan kepada institusinya.
c) Pemantau Independen tidak perlu diikutsertakan dalam pelaksanaan penilaian oleh LP-PHPL atau LV-VLK mengingat ada kerahasiaan oleh perusahaan. LP-LV sendiri punya code sendiri dalam melaksanakan tugasnya yang diatur dalam mekanisme KAN
Catatan-catatan penting tersebut di atas bersama dengan catatan-catatan penting dari Konsultasi Regional yang lain akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunun Peratutan Menteri Kehutanan dan Peraturan Menteri Perdagangan serta Peraturan Dirjen BUK, yang kemudian akan menjadi bahan Konsultasi.