Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK)
Sustainability and Legality Information System
Senin, 10 Maret 2025

Indonesia Harus Jadi Raja Kayu

2014-04-04 09:23:58 by Administrator Liu

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan, berbekal kayu dari hutan tanaman, industri primer hasil hutan kayu berkapasitas di atas 6.000 m3 pertahun tumbuh hingga berjumlah 375 unit sampai akhir tahun 2013. "Jumlah itu sangat besar, dan memberikan efek ekonomi besar yakni penyerapan tenaga kerjanya hingga 300.000 orang dengan investasi Rp 54,9 triliun," jelas Menhut saat melakukan kunjungan kerja ke PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, Tangerang Selatan, Banten.

Dalam kurun waktu delapan tahun belakangan, pemanfaatan kayu dari hutan alam untuk bahan baku dalam industri perkayuan memang cenderung sudah menurun. Pada 2005-2013, pemenuhan bahan baku dari hutan alam turun dari 20,5 juta m3 menjadi 5,54 juta m3. Sementara peningkatan bahan baku kayu dari hutan tanaman, termasuk dari hutan tanaman industri maupun hutan rakyat naik dari 11,22 juta m3 menjadi 39,8 juta m3.

"Kedepan, hutan tanaman harus menjadi basis dan tulang punggung industri perkayuan," kata Menhut.

Dia menyebut, Indonesia harusnya bisa mencontoh Swedia. Negara sekandinavia itu bisa menjadi negara maju berkat industri pengolahan kayu yang berbasis hutan tanaman. Oleh karena itu, Menhut menyatakan pemerintah terus mendorong pembangunan hutan tanaman sebagai sumber bahan baku industri perkayuan. "Pengembangan hutan tanaman berdampak terhadap peningkatan industri kehutanan," katanya.

Dia juga menambahkan, budaya mengelola hutan tanaman di masyarakat Jawa perlu ditularkan ke Sumatera dan Kalimantan. Apalagi, hutan tanaman yang dikelola masyarakat terbukti sangat menguntungkan. Berbekal modal Rp 2.500 untuk batang bibit Sengon, masyarakat bisa mendapat penjualan sebesar Rp 300.000 – Rp 400.000 saat panen setelah lima tahun. "Kalau ada 300 pohon saja, kan bisa seratusan juta," kata Menhut.

Untuk itu, dia berharap industri pengolahan kayu juga bisa menjalin kemitraan dengan masyarakat. Misalnya dengan membagi bibit secara gratis, memberikan bimbingan pemeliharaan, dan membeli panen kayu yang dihasilkan dengan harga yang sesuai. "Kalau ini berjalan, masyarakat kita akan semakin gemar menanam, dan Indonesia akan semakin hijau," kata Zulkifli.

Menhut juga meminta dunia usaha agar terus berinovasi menggunakan bahan baku, jenis produk dan kegiatan pengolahan kayu menuju industri nihil limbah.

Ditempat yang sama Wakil Presiden Komisaris PT Indah Kiat Pulp & Paper G. Sulistiyanto menyatakan, berbekal kayu dari hutan tanaman IKPP Tangerang yang dibangun 1976 terus berkembang hingga kini mampu memproduksi 100.000 metrik ton setiap tahunnya. "Kami menggunakan bahan dasar serat kayu yang tersertifikasi baik yang berasal dari hutan tanaman maupun serat impot," kata dia.

IKPP Tangerang memproduksi berbagai jenis kertas warna, dan kertas Al Quran dengan merk Sinartech yang diekspor ke banyak negara. Menurut Sulistiyanto, kertas Sinartech merupakan kertas berkualitas tinggi dengan tekstur dan kemampuan kualitas cetak untuk memenuhi kebutuhan Al Quran. Pada penggunaan normal, kertas ini bisa bertahan hingga 100 tahun.

Dia menjelaskan, sekitar 90% produksi Sinartech diserap pasar internasional terutama negara-negara Timur Tengah antaralain Mesir, Turki, Suriah, Lebanon, dan pusat-pusat percetakan Al Quran di seluruh dunia. "Ini bukti kertas yang diproduksi Tangerang bisa menembus pasar global. Saat ini total produksi Sinartech mencapai 12.000 ton per tahun dengan nilai penjualan mencapai sekitar 12 juta dolar AS," ujar sulistiyanto.

Sulistiyanto mengungkapkan pihaknya juga menyerap tenaga lebih dari 1.200 tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung.

Sumber: AGROINDONESIA (VOL. IX, NO.491, 1 – 7 April 2014)