Peluang Ekspor Produk Kayu RI Sangat Besar
Peluang ekspor produk kayu Indonesia masih sangat besar, terutama setelah diberlakukannya sistem verifikasi legalitas kayu. Indonesia sebagai negara pertama yang menerapkan sistem tersebut diharapkan mampu mengalihkan pasar yang selama ini diambil oleh China atau Vietnam.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi, Selasa (4/6), di Jepara, Jawa Tengah, menyebutkan, saat ini dunia telah menutup diri dari produk-produk ilegal. Karena itu, saat ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mengambil momentum tersebut.
Bachrul menyebutkan, setiap tahun Uni Eropa mengimpor produk kayu dari berbagai negara dengan nilai mencapai 24 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, tahun 2012, impor dari Indonesia hanya sebesar 639,9 juta dollar AS. Negara terbesar pengekspor produk kayu ke Uni Eropa adalah China dengan 14 miliar dolar AS.
Pasca diterapkannya sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) per 1 Januari 2013, ujar Bachrul, nilai ekspor ke Uni Eropa bertambah. Pada triwulan pertama 2012, misalnya, nilai ekspor produk kayu Indonesia ke Uni eropa sebesar 193,9 juta dollar AS dan menjadi 416 juta dolar AS pada periode yang sama tahun 2013.
Hal serupa terjadi di negara-negara pengimpor produk kayu, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea. China menjadi negara pengekspor produk kayu terbesar ke negara-negara itu. Padahal, China belum menerapkan SVLK yang menjamin bahwa kayu yang digunakan legal, bebas pembalakan liar dan taat asas.
"Dengan meningkatnya ekspor kita pascapenerapan SVLK, peluang ke depan sangat besar. Kita bahkan seharusnya mampu mengalihkan pasar yang selama ini diambil oleh China dan Vietnam," kata Bachrul.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan, Dwi Sudharto menjelaskan, di AS, impor produk kayu dari Indonesia kini dikenakan pajak nol persen pascapenerapan SVLK. Bahkan pembeli produk kayu dari Indonesia mendapat insentif sebesar 8 persen. Sementara itu, impor dari China dikenai pajak hingga 86 persen, karena bahan baku yang digunakan tidak jelas.
Direktur Program Multistakeholder Forestry Programme Kehati, Diah Y. Raharjo, mengungkapkan, SVLK membenahi proses produksi olahan kayu sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah Indonesia menerapkan standar untuk produk yang diekspor, sudah saatnya Indonesia juga memiliki standar serupa untuk produk impor yang selama ini masuk tanpa kontrol.
Sumber: Kompas 5/6/2013 Hal 18