Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK)
Sustainability and Legality Information System
Senin, 10 Maret 2025

SVLK Mendapat Apresiasi WTO

2014-07-18 15:19:12 by Administrator Liu

Pada tanggal 30 Juni 2014 di WTO Jenewa telah dilaksanakan pertemuan regular Committee on Trade and Environment (CTE). Pertemuan dipimpin oleh Ms. Paivi KAIRAMO dari Finlandia selaku Ketua CTE menggantikan Dubes Esteban CONEJOS Jr. dari Filipina. Pada pertemuan tersebut, Indonesia  diwakili oleh Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan dan Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kehutanan dari Kementerian Kehutanan, Koordinator Fungsi Ekonomi II dan Sekretaris Pertama PTRI Jenewa serta wakil dari Direktorat Kerjasama Multilateral Kementerian Perdagangan.

Pertemuan antara lain membahas agenda Paragraf 32 Doha Ministerial Declaration. Terdapat tiga presenter pada agenda pembahasan bagian kedua dari paragraph 32 (i) DDA, yang juga dikenal sebagai win-win-win situation, yakni Uni Eropa, Indonesia dan Ghana. Dalam presentasinya, UE memaparkan mengenai Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEG) Voluntary Partnership Agreements (VPA). FLEGT VPAs merupakan legally binding bilateral agreement yang mengatur tentang perdagangan kayu dan produk kayu yang akan diekspor ke Uni Eropa. Kewajiban utama yang harus dipenuhi  oleh negara pengekspor dalam FLEGT-VPA  adalah bahwa kayu dan produk kayu tersebut harus memenuhi persyaratan terkait due diligence, prohibition dan traceability yang menjamin bahwa kayu dan produk kayu yang diekspor dipanen legal.

Pada kesempatan ini,  Indonesia yang diwakili oleh Dr.Ir. Agus Sarsito, M.For.Sc, Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kehutanan, Kementerian Kehutanan mempresentasikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Indonesia dan FLEGT-VPA Indonesia - Uni Eropa. Butir-butir  penting yang dipaparkan Indonesia antara lain:

1) SVLK dibangun berdasarkan peraturan dan perundangan Indonesia melalui konsultasi publik melibatkan stakeholder kehutanan, yaitu pemerintah, universitas, pelaku usahadan NGO/CSO termasuk masyarakat adat yang dilandasi oleh komitmen untuk menjaga kelestarian hutan Indonesia dengan mencegah illegal logging.  Pelaksanaan SVLK melibatkan multistakeholder kehutanan. 

2) SVLK bersifat mandatory dan tidak hanya berlaku untuk pasar Uni Eropa, melainkan untuk seluruh pasar tujuan ekspor.  Setiap produk kayu yang akan diekspor baik ke Uni Eropa maupun negara tujuan lain harus dilengkapi dengan sertifikat legalitas  kayu. Ekspor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yg sudah bersertifikat dan menggunakan Dokumen V-Legal. Pemerintah menjamin bahwa produk kayu yang telah bersertifikat legalitas kayu, berasal dari sumber yang legal dan dapat ditelusuri asal usulnya.

3) SVLK telah diimplementasikan sejak Januari 2013.

4) FLEGT-VPA antara Indonesia dengan Uni Eropa telah ditandatangani pada tanggal 30 September 2013 dan Indonesia telah meratifikasi FLEGT-VPA pada tanggal 13 Maret 2014 dan Uni Eropa pada tanggal 27 Februari 2014. Penandatangan ini didasari pemikiran bahwa untuk melawan illegal logging, negara produsen dan eksportir kayu harus bekerjasama melalui kebijakan dari sisi permintaan (demand side) oleh negara importir kayu.

5) Indonesia juga meminta agar masyarakat internasional, khususnya negara importir kayu dapat mengapresiasi upaya yang dilakukan Indonesia dan negara berkembang eksportir kayu lainnya dalam membangun sistem legalitas kayu dan melawan illegal logging. Hal ini mengingat dalam pembangunan dan penerapan sistem legalisasi tersebut negara berkembang dihadapkan pada berbagai tantangan dan besarnya biaya yang dikeluarkan. 

6) Pengembangan SVLK dan FLEGT-VPA Indonesia - Uni Eropa merupakan perwujudan dari komitmen Indonesia menyediakan kayu dan produk kayu legal dari hutan lestari bagi masyarakat dunia.  

Ghana juga melakukan presentasi mengenai FLEGT-VPA serta Forest Governance and Sustainable Management of Forest. Secara garis besar sistem yang diterapkan di Ghana tidaklah jauh berbeda dengan SVLK yang dimiliki oleh Indonesia hanya saja skalanya lebih kecil. Berdasarkan peraturan tersebut, sampai saat ini Ghana belum menerbitkan perijinan terkait kayu dan produk kayu.

Dalam tanya jawab, beberapa anggota seperti Swiss, Amerika Serikat, China, Norwegia, Bolivia, Canada, Mexico, Chili, dan Nigeria menyampaikan apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan UE, Indonesia dan Ghana dalam upaya untuk melawan illegal logging. Perwakilan China menyampaikan bahwa saat ini Tiongkok sedang melakukan upaya-upaya untuk menciptakan sustainable forest, yang salah satunya adalah dengan mengembangkan China Forest Certification System, menyusun business guidance kepada pengusaha China yang melakukan bisnis perkayuan di luar negeri serta mempromosikan international dialogue dengan berbagai organisasi internasional.

Australia memaparkan bahwa sesuai dengan ILPA (Illegal Logging Prohibition Act) yang akan berlaku pada 30 November 2014 nanti, saat ini tengah dibangun sistem verifikasi legalitas kayu di Australia. Terkait dengan hal tersebut, Indonesia merupakan negara pertama yang akan menandatangani Country Specific Guidelines dengan Australia.