SVLK Diabaikan Konsumen Domestik

Nasib produk kehutanan lestari dengan sertifikat sistem verifikasi leagalitas kayu di pasar domestik semakin tak menentu. Konsumen domestik mengabaikan produk dengan sertifikat SVLK di pasar domestik dan lebih memilih mengonsumsi barang impor dengan sertifikat asing.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengatakan hal ini kepada jurnalis di Jakarta, kamis (17/7) malam. Kementerian Kehutanan mengembangkan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) sebagai sistem sertifikasi produk kehutanan berbasis lacak balak untuk menjamin kelestarian yang diakui Uni Eropadan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Indonesia sangat prospektif menjadi produsen kertas terkemuka dunia berkat keunggulan komparatif hutan tanaman industri dan pasar domestik yang besar.Namun, industri kertas dengan sertifikat SVLK menghadapi tantangan berat karena konsumen domestik justru lebih senang membeli produk impor dengan sertifikat asing," ujarnya.
Industri bubur kertas (pulp) dan kertas prospektif karena bahan baku didapat dari hutan tanaman yang menghasilkan pohon berusia 5 tahun setinggi 30 meter. Iklim tropis membuat pohon bahan baku bubur kertas tumbuh enam kali lebih cepat daripada negara empat musim seperti di Skandinavia yang merajai industri pulp global.
Rusli mengeluhkan sikap industri domestik seperti perbankan, tisu, dan kemasan nasional yang gemar mengonsumsi produk impor dengansertifikat asing dibandingkan menyerap produksi dalam negeri. Sikap ini membuat produk impor membanjiri pasar domestik.
Rusli memaparkan, volume impor kertas terus meningkat dari 22.166 ton pada 2010 menjadi 73.869 ton pada 2013. Impor produk kertas semakin kencang karena Indonesia menerapkan bea masuk nol persen.
"Pemerintah harus bersikap agar industri domestik mendukung produk bersertifikat SVLK dengan mengonsumsinya, bukan malah membiarkan mereka mengabaikan SVLK," ujarnya.
Sikap konsumen domestik tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi upaya pemerintah mengoptimalkan prospek hilirisasi industri kehutanan, terutama yang berbasis hutan tanaman. Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin mengatakan, produsen bubur kertas dan kertas nasional juga menerapkan standar pengelolaan hutan lestari selain SVLK. Semua upaya tersebut dijalankan untuk memastikan kelestarian bahan baku bubur kertas dan kertas.
RAPP, yang merupakan bagian dari group APRIL, berkapasitas pulp 2.8 juta ton per tahun dan kertas 820.000 per tahun.
Sumber: KOMPAS (Sabtu, 19 Juli 2014)